Sabtu, 12 November 2016

JURNAL PENDKES TOILET TRAINING PADA ANAK USIA TODLER

PENDIDIKAN KEPERAWATAN HUBUNGAN PERILAKU  ORANG  TUA TENTANG  TOILET TRAINING DENGAN KEJADIAN ENURESIS  (NGOMPOL) PADA ANAK USIA TODLER
Syintia Larasati

Dosen Pembimbing : Tuti Sulastri
Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Serang

ABSTRAK
Kejadian mengompol pada anak usia 4-5 tahun sering disebabkan karena perilaku orang tua tentang kurangnya pelatihan toilet. Dengan pelatihan toilet awal diharapkan untuk mengatasi masalah mengompol pada anak-anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan orang tua, perilaku pelatihan toilet dengan kejadian anak enuresis (mengompol) berusia 4-5 tahun.
Pelatihan toilet baik dilakukan sejak dini untuk menanamkan kebiasaan baik pada anak, adapun keberhasilan  pelatihan toilet  tergantung dari adanya kerjasama yang baik antara orang tua dan anak, kerja sama yang baik akan menghasilkan rasa saling percaya pada orang tua dan anak. Suksesnya pelatihan toilet tergantung pada kesiapan yang ada pada diri anak dan keluarga.
 
Kata kunci: Perilaku Orang tua; Pelatihan Toilet; Ketidaksanggupan mengatur kencing


ABSTRACT
Incidence of bedwetting in children  aged 4-5 years is often caused  due to the behavior of the parents about the lack of toilet training. With early toilet training  is expected  to overcome the problem of bedwetting in children. This research aim to determine the relationship  of parents,behavior on toilet training with the incidence of enuresis (bedwetting) children aged 4-5 years.
Toilet training is best done early to instill good habits in children, as for potty training success depends on good cooperation between parents and children, the good cooperation will generate trust in parents and children. The success depends on the readiness of toilet training that is in the child and family.
Keywords: Parent Behavior; Toilet Training ; Enuresis
PENDAHULUAN


Enuresis (ngompol) adalah gangguan umum dan bermasalah yang didefinisikan sebagai keluarnya urine yang disengaja atau involunter di tempat tidur (biasanya di malam hari) atau pada pakaian di siang hari dan terjadi pada anak-anak yang usianya secara normal telah memiliki kendali terhadap kandung kemih secara volunter. Untuk gangguan yang didiagnosis sebagai enuresis, kronologis atau usia perkembangan anak minimal harus 5 tahun dan pengeluaran urine harus terjadi minimal dua kali seminggu dan sekurang-kurangnya terjadi selama 3 bulan. Gejala utama adalah desakan yang timbul cepat dan disertai dengan ketidaknyamanan akut, kegelisahan, dan kadang-kadang sering berkemih. (Donna L.Wong, 2009:638).
Enuresis lebih umum terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Hal tersebut terutama adalah perubahan fungsi neuromuskular kandung kemih dan sering kali tidak berbahaya dan menghilang sendiri. Ngompol nokturnal biasanya berhenti pada usia antara 6 dan 8 tahun, walaupun kadang-kadang ngompol ini berlanjut sampai masa remaja. (Donna L.Wong, 2009:638).
Penyebab organik yang mungkin berhubungan dengan enuresis harus disingkirkan sebelum mempertimbangkan faktor-faktor psikogenik. Penyebab organik tersebut termasuk golongan struktural saluran kemih; infeksi saluran kemih; defisit neurologis, gangguan yang meningkatkan haluan normal urine, seperti diabetes; dan gangguan yang mengganggu kemampuan ginjal untuk memekatkan urine seperti diabetes; dan gangguan yang mengganggu kemampuan ginjal untuk memekatkan urine, seperti pada gagal ginjal kronis atau penyakit sel sabit. Volume kandung kemih 300 sampai 350 ml adalah cukup untuk menahan urine pada malam hari. (Donna L.Wong, 2009:638).
Berbagai teknik terapeutik dilakukan dalam penatalaksanaan enuresis. Teknik ini terdiri atas obat-obatan, pelatihan kandung kemih, pembatasan atau eliminasi cairan setelah makan malam, bangun di malam hari untuk berkemih, dan beberapa jenis peralatan elektrik yang dirancang untuk membuat respons refleks yang dapat dikondisinikan guna membangunkan anak pada saat mulai berkemih. Obat antidepresan trisiklik imipramin (Tofranil) digunakan untuk menghambat urinasi. Obat antikolinergik lain,yaitu oksibutinin, mengurangi kontraksi kandung kemih yang bebas hambatan dan mungkin membantu bagi anak-anak yang sering berkemih di siang hari. Desmopresin nasal semprot (DDAVP), analog dengan vasopresin, mengurangi haluaran urine di malam hari sampai volume yang kurang dari kapasitas kandung kemih fungsional. (Donna L.Wong, 2009:638).
Mengingat pentingnya Toilet Training maka tugas tenaga kesehatan untuk meningkatkan  perannya  dalam  pembelajaran salah satunya  adalah memberikan pendidikan  kesehatan tentang toilet training atau juga  membantu orang tua guna mengidentifikasikan  kesiapan anaknya untuk toilet training. (Miftakhul,2010: 1). Upaya untuk mengatasi masalah ngompol pada anak salah satunya adalah toilet training. Sikap orang tua dalam  Toilet training adalah memberi pengalaman menyenangkan pada anak tentang cara melakukan Toilet training. Toilet training adalah proses  pengajaran untuk buang air besar dan buang air kecil secara benar dan teratur, Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. (Anonim, 2011:143).
Kontrol volunter sfingter anal dan uretra terkadang dicapai kira-kira setelah anak berjalan, mungkin antara usia 18 dan 24 bulan. Namun diperlukan faktor psikofisiologis kompleks untuk kesiapan. Anak harus mampu mengenali urgensi untuk mengeluarkan dan menahan eliminasi serta mampu mengomunikasikan sensani ini kepada orang tua. Selain itu, mungkin ada berbagai motivasi yang penting untuk memuaskan orang tua dengan menahan, daripada memuaskan diri dengan mengeluarkan eliminasi. (Donna L.Wong, 2009:471).
Biasanya, kesiapan fisiologis dan psikologis belum lengkap sampai anak berusia 18 sampai 24 bulan. Pada saat ini, anak telah menguasai mayoritas keterampilan motorik kasar yang penting, mampu berkomunikasi dengan pintar, jarang mengalami konflik dengan negativisme dan pernyataan diri, dan menyadari kemampuan untuk mengontrol  tubuh dan memuaskan orang tua. Salah satu tanggung jawab perawat adalah membantu orang tua mengidentifikasi tanda kesiapan pada pada anak mereka. Latihan defekasi biasanya selesai sebelum berkemih karena latihan defekasi lebih teratur dan lebih mudah diramalkan. Sensasi defekasi lebih kuat daripada berkemih di malam hari belum bisa diselesaikan sampai usia 4 atau 5 tahun, dan bahkan penyelesaian latihan yang lebih dari usia tersebut masih normal (Luxem dan Christophersen, 1994 dalam Buku Ajar Keperawatan Pediatrik:471).
Sejumlah teknik dapat membantu ketika memulai latihan. Salah satunya adalah pemilihan tempat duduk berlubang untuk eliminasi (potty chair) atau penggunaan toilet. Tempat duduk berlubang untuk eliminasi yang tidak ditopang oleh benda lain memungkinkan anak merasa aman. Menjejakkan kaki dengan kuat ke lantai juga memfasilitasi defekasi (Stark, 1994 dalam Buku Ajar Keperawatan Pediatrik:471).
Pilihan lain adalah tempat duduk portabel yang diletakkan di atas toilet biasa, yang memudahkan transisi dari kursi berlubang untuk eliminasi ke toilet biasa. Menempatkan bangku panjang yang kecil dibawah kaki membantu menstabilkan posisi anak. Mungkin paling baik menempatkan kursi berlubang untuk eliminasi di kamar mandi dan membiarkan anak mengamati eksresinya ketika dibilas ke dalam toilet untuk menghubungkan aktivitas ini dengan praktik yang biasa. Bila tidak tersedia kursi berlubang untuk eliminasi, menghadapkan anak ke tangki toilet memberi dukungan tambahan. Anak lelaki bisa memulai toilet training dalam posisi berdiri atau duduk di kursi berlubang untuk eliminasi atau di WC. Meniru ayahnya selama masa prasekolah merupakan dorongan motivasi yang sangat kuat. Sesi latihan harus dibatasi 5 sampai 10 menit, orang tua harus menunggui anak, dan kebiasaan sanitasi harus dilakukan setiap kali selesai eliminasi. Anak harus dipuji karena perilaku kerjasamanya dan/atau evaluasi yang berhasil.
Memakaikan anak pakaian yang mudah dilepas; menggunakan celana latihan, diapers berbentuk celana atau celana pendek; dan mendorong imitasi dengan melihat orang lain adalah anjuran yang sangat membantu. Memaksa anak duduk di kursi berlubang untuk eliminasi atau di WC dalam waktu yang lama, memukulnya bila pengeluaran eliminasi tidak di tempatnya, dan cara kontrol negatif lainnya harus dihindari. (Taubman, 1997 dalam Buku Ajar Keperawatan Pediatrik:471).
TINJAUAN TEORITIS
Toilet Training pada anak adalah latihan menanamkan kebiasaan pada anak untuk  aktivitas buang air kecil dan buang air besar pada tempatnya (toilet). Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu            mengontrol dalam melakukan buang air besar dan air kecil.  Toilet training dapat berlangsung pada fase kehidupan anak, yaitu umur 12 bulan sampai 3 Tahun. Dalam melakukan latihan buang air kecil dan besar membutuhkan persiapan naik secara fisik, psikologis maupun secara intelektual, melalui persiapan tersebut anak mampu mengontrol buang air besar maupun buang air kecil sendiri.
Toilet training dapat dilakukan pada setiap anak yang sudah memasuki fase kemandirian pada anak. Suksesnya anak tergantung pada kesiapan pada diri anak dan keluarga, seperti kesiapan fisik, dimana kemampuan secara fisik pada anak sudah kuat dan mampu. Hal ini dapat ditunjukan anak mampu duduk atau berdiri sehingga memudahkan anak untuk dilatih buang air besar dan kecil. Persiapan intelektual juga dapat membantu
Description: 2013-05-02_011905
dalam hal dapat ditunjukan apabila anak memahami arti buang air besar dan kecil sangat memudahkan proses dalam pengontrolan, anak dapat mengetahui kapan saatnya buang air besar, persiapan tersebut akan menjadikan diri anak selain mempunyai kemandirian dalam mengontrol khususnya buang air kecil dan buang air besar (toilet training). Pelaksanaan  toilet training dapat dimulai sejak dini untuk melatih respon terhadap kemampuan untuk buang air kecil dan buang air besar.
METODE PENELITIAN
Metode yang dipakai adalah metode wawancara dengan pihak-pihak yang bersangkutan, meliputi :
Where : Di wilayah mana perancangan ini ditempatkan agar mengenai target perancangan dengan tepat?
When : Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat perancangan?
How  : Bagaimana agar perancangan tentang toilet training ini dapat berguna bagi anak dan pesan tersampaikan dengan baik ke orang tua.
HASIL PENELITIAN
Meliputi :
Karakteristik Responden :
1.      Umur
2.      Pendidikan
3.      Pekerjaan
Analisis Univariat
Analisis univariat ini digunakan untuk memberiakn gambaran tiap variabel.
1.Pengetahuan ibu tentang toilet  
    training.
2.Sikap ibu tentang toilet training.
3.Praktik toilet training.
Analisis Bivariat

Analisis bivariat ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu tentang toilet training dengan praktik toilet training
1.Hubungan antara pengetahuan ibu tentang toilet training dengan praktik toilet training.
2. Hubungan antara sikap ibu tentang toilet training dengan praktik toilet training.
PEMBAHASAN
1.      Pola Asuh Ibu
Pola asuh adalah suatu sistem atau cara pendidikan dan pembinaan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain (Maimunah Hasan, 2009 : 24). Ada beberapa tipe pola asuh, di antaranya adalah : tipe demokratis, tipe otoriter, tipe penyabar (permisif), dan tipe penelantar. Dari keempat tipe pola asuh tersebut, pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang cocok atau bagus untuk di terapkan kepada anak, sebab pola asuh ini dapat menciptakan anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru dan koperatif terhadap orang-orang lain. (Suparyanto, 2010).
Pendidikan  ibu  akan  mempengaruhi kesiapan toilet training  pada anaknya akan mengalami  kesulitan  karena  ibu  masih awam terhadap konsep  toilet training. Hal ini  sesuai  dengan  pernyataan Warner&Kelly  (2006) bahwa  semakin tinggi  pendidikan ibu akan mempengaruhi kesiapan  toilet  training,  karena  dengan pendidikan yang tinggi ibu semakin mudah paham  mengenai  konsep  toilet  training pada anak. Pekerjaan  ibu  juga  dapat mempengaruhi  kesiapan  toilet  training pada  anak. Ibu  dengan  pekerjaan  swasta memiliki  waktu  yang  yang  sempit  dan seringkali  disibukkan  oleh  pekerjaan sehingga membuat ibu jarang memberikan stimulasi  pada  anaknya,  khususnya pemberian  stimulasi  dalam  penerapan toilet training. Sehingga anak yang minim mendapatkan  stimulasi  dari  orang  tua dapat  mengakibatkan  anak  tersebut memiliki  kesiapan  toilet  training  yang kurang  bila  dibandingkan  dengan  anak yang sering diberikan stimulasi. Usia  ibu  juga  mempengaruhi kesiapan  toilet  training  pada  anak.  Ibu yang  berusia  dewasa  muda masih belum memiliki  pengalaman  yang  cukup mengenai perawatan  anak  khususnya dalam penerapan toilet  training. Kenyataannya  ibu  dengan  usia  dewasa muda  ini  masih  memiliki  ketergantungan yang  lebih  terhadap  orang  tuanya,  bila
dibandingkan dengan  ibu  yang  berusia dewasa  tua.  Terbukti  ibu  dengan  usia dewasa  muda  masih  dominan mempercayakan  orang  tuanya  dalam segala  hal  yang  berhubungan  pengasuhan dan perawatan anaknya.
Jenis kelamin anak merupakan salah satu faktor yang juga dapat  mempengaruhi kesiapan  toilet  training  pada  anak.  Anak perempuan  sesungguhnya  lebih  displin dalam penerapan  toilet training  hanya saja pada  hasil  penelitian  ini  diperoleh  jenis kelamin  perempuan  lebih  dominasi  dari laki-laki  sehingga  jumlah  perbandingan antara  laki-laki  dan  perempuan  tidak seimbang.  Hasil  penelitian  ini  juga
2.      Kemandirian Toilet Training
Toilet training merupakan cara untuk melatih anak agar bisa mengontrol hajatnya apakah itu saat ia ingin buang air kecil (BAK) atau buang air besar (BAB) (Maria Suryabudhi, 2001 : 33). Supaya anak berhasil dalam menjalankan toilet training, seharusnya seorang ibu dapat mengetahui kapan/usia yang tepat untuk mengajarkan toilet training pada anak. Karena usia yang tepat dapat berpengaruh pada kesiapan anak secara fisik dan mental. Kemandirian merupakan kesiapan atau kemampuan individu untuk berdiri sendiri yang ditandai dengan keberanian mengambil inisiatif, mencoba mengatasi masalah tanpa meminta bantuan orang lain, memperoleh kekuatan dari usaha-usaha, berusaha dan mengarahkan tingkah laku menuju kesempurnaan. (Habib ,2010).
3. Hubungan pola asuh ibu dengan kemandirian toilet training anak usia toddler
Pola asuh demokratis yang di terapkan
oleh ibu kepada anaknya membuat anak–anak mereka menjadi mandiri. Hasil dari gaya pengasuhan yang demokratis : menghasilkan karakteristik anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal–hal baru dan kooperatif terhadap orang lain.
KESIMPULAN
1.      Interaksi antara anak dan orang tua akan menimbulkan keakraban dalam keluarga, begitu juga ketika orang tua memberikan training toilet pada anak, akan tercipta hubungan erat saling menyayangi antara keduanya.
2.      Toilet training adalah proses  pengajaran untuk buang air besar dan buang air kecil secara benar dan teratur, sehingga anak menjadi pribadi yang mandiri.
3.      Pelaksanaan  toilet training dapat dimulai sejak dini untuk melatih respon terhadap kemampuan untuk buang air kecil dan buang air besar.
4.      Mengingat pentingnya Toilet Training maka tugas tenaga kesehatan untuk meningkatkan  perannya  dalam  pembelajaran salah satunya  adalah memberikan pendidikan  kesehatan tentang toilet training atau juga  membantu orang tua guna mengidentifikasikan  kesiapan anaknya untuk toilet training.

SARAN
1. Ibu
Ibu diharapkan setelah diajarkan oleh perawat cara mengajarkan toilet training yang benar, ibu dapat mengerti dan mempraktikkan toilet training dengan benar kepada anaknya.

2. Masyarakat
Masyarakat diharapkan dapat menjadikan penelitian ini sebagai acuan bagi masyarakat untuk menggerakkan ibu-ibu untuk berupaya melatih toilet training anaknya secara optimal.
3.Peneliti lain
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap praktik toilet training ibu serta pengaruh pengetahuan ibu tentang toilet training terhadap peningkatan kualitas praktik toilet training ibu pada anaknya agar dapat menyempurnakan penelitian sebelumnya
dan dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai referensi tambahan untuk peneliti selanjutnya di perpustakaan.
4.Institusi pendidikan
Institusi pendidikan diharapkan
dapat menambah referensi tentang toilet training pada anak, dan  metodologi penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
Nurul Kamariyah, Mutmilah Tukhusnah
Journal of Health Sciences, 2013 - journal.unusa.ac.id
Soetjiningsih. 2007.Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC
Wong, DL. 2009. Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC









0 komentar:

Posting Komentar