Sabtu, 12 November 2016

Renstra Kebijakan Pembangunan Kesehatan Provinsi Banten

BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Karena kesehatan adalah Hak dari semua individu, karena menurut UU RI No. 36 Tahun 2009, Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Keadaan sehat maupun sakit sangatlah penting mengingat kita harus dapat menentukan ada atau tidaknya permasalahan/penyakit diantara individu dan seberapa banyak. Secara umum keadaan sakit itu dinyatakan sebagai penyimpangan dari keadaan normal, baik struktural maupun fungsinya atau juga keadaan dimana tubuh atau organisme/bagian dari organisme/populasi yang diteliti tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dilihat dari keadaan patologisnya. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kesinambungan antar upaya program dan sektor, serta kesinambungan dengan upaya-upaya yang telah dilaksanakan oleh periode sebelumnya.

1.2            Rumusan masalah
1.2.1  Apa pengertian kebijakan publik dalam pelayanan kesehatan?
1.2.2  Apa ciri-ciri kebijakan publik dalam sector kesehatan?
1.2.3  Bagaimana konsep sistem pelayanan kesehatan politik medis dan administrasi?
1.2.4  Apa pengertian rencana strategis?
1.2.5  Bagaimana prinsip-prinsip rencana strategis bidang kesehatan?

1.3            Tujuan penulisan
1.3.1  Memahami pengertian kebijakan publik dalam pelayanan kesehatan.
1.3.2  Mengetahui ciri-ciri kebijakan publik dalam sector kesehatan.
1.3.3  Mengetahui konsep sistem pelayanan kesehatan politik medis dan administrasi.
1.3.4  Memahami pengertian rencana strategis.
1.3.5  Mengetahui prinsip-prinsip rencana strategis bidang kesehatan.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1            Pengertian  kebijakan publik dalam pelayanan kesehatan
Kebijakan publik atau kebijakan umum dapat didefinisikan sebagai segala  rangkaian konsep dan asas yang menjadi rencana dasar, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.      Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutan milik swasta.
2.      Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi publik. Yang dapat dibedakan lagi menjadi :
·       Bersifat primer dan adalah semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara dan pelayanan perizinan.
·       Bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.
Ada lima karakteristik yang dapat dipakai untuk membedakan ketiga jenis penyelenggaraan pelayanan publik tersebut, yaitu:
1.      Adaptabilitas layanan. Ini berarti derajat perubahan layanan sesuai dengan tuntutan perubahan yang diminta oleh pengguna.
2.      Posisi tawar pengguna/klien. Semakin tinggi posisi tawar pengguna/klien, maka akan semakin tinggi pula peluang pengguna untuk meminta pelayanan yang lebih baik.
3.      Type pasar. Karakteristik ini menggambarkan jumlah penyelenggara pelayanan yang ada, dan hubungannya dengan pengguna/klien.
4.      Locus kontrol. Karakteristik ini menjelaskan siapa yang memegang kontrol atas transaksi, apakah pengguna ataukah penyelenggara pelayanan.
5.      Sifat pelayanan. Hal ini menunjukkan kepentingan pengguna atau penyelenggara pelayanan yang lebih dominan.
Pelayanan Kesehatan Adalah upaya yang diselenggarakan sendiri/secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan mencembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan peroorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat. Definisi pelayanan kesehatan menurut ahli:
·          Menurut Depkes RI (2009) adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atupun masyarakat.
·         Menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmojo  Pelayanan kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif( peningkatan kesehatan ) dengan sasaran masyarakat.
·         Menurut Levey dan Loomba (1973) Pelayanan Kesehatan Adalah upaya yang diselenggarakan sendiri/secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan mencembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan peroorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat.

Pelayanan kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan), preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan rehabilitasi (pemulihan) kesehatan perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat,lingkungan. Yang di maksud sub sistem disini adalah sub sistem dalam pelayanan kesehatan adalah input, proses, output,dampak, umpan balik.
·         Input adalah sub elemen–sub elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk berfungsinya system.
·         Proses adalah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan sehingga mengasilkan sesuatu    (keluaran) yang direncanakan.
·         Output adalah hal-hal yang dihasilkan oleh proses.
·         Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu lamanya.
·         Umpan balik adalah hasil dari proses yang sekaligus sebagai masukan untuk sistem tersebut.
·         Lingkungan adalah dunia diluar sistem yang mempengaruhi sistem tersebut.
                 Contoh: Di dalam pelayanan kesehatan Puskesmas.
1.    Input adalah        : Dokter, perawat, obat-obatan,
2.    Prosesnya            : kegiatan pelayanan puskesmas,
3.    Outputnya           : Pasien sembuh/tidak sembuh,
4.    Dampaknya         : meningkatnya status kesehatan masyarakat,
5.    Umpan baliknya : keluhan-keluhan pasien terhadaf pelayanan,
6.    Lingkungannya  : masyarakat dan instansi-instansi diluar puskemas tersebut.

Tujuan Pelayanan Kesehatan :
1.      Promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan), hal ini diperlukan misalnya dalam peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan.
2.      Preventif (pencegahan terhadap orang yang berisiko terhadap penyakit), terdiri dari:
a.       Preventif primer: Terdiri dari program pendidikan, seperti imunisasi,penyediaan nutrisi yang baik, dan kesegaran fisik.
b.      Preventif sekunder: Terdiri dari pengobatan penyakit pada tahap dini untuk membatasi kecacatan dengan cara mengindari akibat yang timbul dari perkembangan penyakit tersebut.
c.       Preventif tersier: Pembuatan diagnosa ditunjukan untuk melaksanakan tindakan rehabilitasi, pembuatan diagnosa dan pengobatan.
3.   Kuratif (penyembuhan penyakit).
4.   Rehabilitasi (pemulihan), usaha pemulihan seseorang untuk mencapai fungsi normal atau mendekati normal setelah mengalami sakit fisik atau mental,cedera atau penyalahgunaan.

Jadi kebijakan publik dalam pelayanan kesehatan yaitu jasa pelayanan  publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh kementrian kesehatan atau instansi kesehatan untuk meningkatkan serta memenuhi kebutuhan  kesehatan masyarakat.

2.2   Ciri-ciri kebijakan publik  dalam sektor  kesehatan

Untuk mewujudkan pembangunan kesehatan harus didukung oleh kebijakan publik pro Rakyat, artinya kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah harus berdasarkan keinginan masyarakat dan bisa menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat. kebijakan publik dalam sektor kesehatan yang dikeluarkan oleh kementrian kesehatan serta lembaga kesehatan provinsi untuk menciptakan pembangunan kesehatan. Untuk itu agar kebijakan dapat dilaksanakan dengan baik maka kebijakan seharusnya:
1.      Dirancang sesuai dengan kerangka acuan dan teori yang kuat.
2.      Disusun korelasi yang jelas antara kebijakan dan implementasinya.
3.      Ditetapkan adanya organisasi yang mengkoordinir pelaksanaan kebijakan sehingga proses implementasi dapat berjalan baik.
4.      Dilakukan sosialisasi kebijakan yang akan diterapkan sampai organisasi pelaksana tingkat bawah (street level bureaucracy).
5.      Dilakukan pemantauan secara terus menerus (monitoring).
6.      Diberi bobot yang sama penting antara kebijakan dan implementasinya. Maksudnya, pembuat kebijakan harus menilai sama penting antara kebijakan dan implementasinya. Karena itu, pembuatan kerangka kerjanya dan tindakan lanjutnya mendapatkan perhatian dan fokus yang sama pula, sehingga antara kebijakan dengan implementasinya tidak terjadi kesenjangan yang menyulitkan dalam pelaksanaannya.

Selain itu ada dua kemungkinan kegagalan suatu kebijakan :
1.      Tidak terimplementasi, maksudnya suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai rencana, atau karena pelaksananya tidak menguasai permasalahan.
2.      Implementasi yang tidak berhasil, biasanya terjadi manakala suatu kebijakan telah dilaksanakan sesuai rencana namun kondisi eksternal ternyata tidak menguntungkan.

Sukses tidaknya implementasi kebijakan juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi sebagai berikut :
1.      Dukungan dan penilakan dari lembaga eksternal. Jika lembaga eksternal mendukung, maka pelaksanaan kebijakan-kebijakan akan berhasil. Sebaliknya, jika menolak maka pelaksanaan kebijakan akan gagal. Oleh karena itu, agar sukses, pengambil kebijakan dan para pelaksananya harus melakukan penyamaan visi dan persepsi dalam kebijakan yang diambil.
2.      Ketersediaan waktu dan sumber daya yang cukup.
3.      Dukungan dari berbagai macam sumber daya yang ada. Makin banyak yang mendukung makin tinggi tingkat kesuksesannya.
4.      Kemampuan pelaksana kebijakan menganalisis kausalitas persoalan yang timbul dari pelaksanaan kebijakan. Makin mampu para pelaksana kebijakan menganalisis kausalitas antara satu kegiatan dengan kegiatan lain atau antara suatu kegiatan dengan dampaknya akan semakin tinggi tingkat keberhasilannya.
5.      Kepatuhan para pelaksana kebijakan terhadap kesepakatan dan tujuan yang telah diciptakan dalam tingkat koordinasi.






2.3              Konsep sistem pelayanan kesehatan politik medis dan administrasi
  
A. Bentuk dan jenis pelayanan kesehatan
Menurut pendapat Hodgetts dan Casio, jenis pelayanan kesehatan secara umum dapat dibedakan atas dua, yaitu:
1.    Pelayanan kedokteran
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.
2.    Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan masyarakat (public health service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok dan masyarakat.
Perbedaan Pelayanan Kedokteran dengan Pelayanan Kesehatan Masyarakat :
No  
Pelayanan Kedokteran
Pelayanan Kesehatan Masyarakat
1.
Tenaga pelaksaannya adalah tenaga para dokter
Tenaga pelaksanaanya terutama ahli kesehatan masyarakat
2.
Perhatian utamanya adalah penyembuhan penyakit
Perhatian utamanya pada pencegahan penyakit 
3.
Sasaran utamanya adalah perseorangan atau keluarga
Sasaran utamanya adalah masyarakat secara keseluruhan
4.
Kurang memperhatikan efisiensi 
Selalu berupaya mencari cara yang efisien
5.
Tidak boleh menarik perhatian karena bertentangan dengan etika kedokteran
Dapat menarik perhatian masyarakat


6.
Menjalankan fungsi perseorangan dan terikat undang-undang
Menjalankan fungsi dengan mengorganisir masyarakat dan mendapat dukungan undang-undang
7.
Penghasilan diperoleh dari imbal jasa
Pengasilan berupa gaji dari pemerintah
8.
Bertanggung jawab hanya kepada penderita
Bertanggung jawab kepada seluruh masyarakat
9.
Tidak dapat memonopoli upaya kesehatan dan bahkan mendapat saingan 
Dapat memonopoli upaya kesehatan
10.
Masalah administrasi sangat sederhana
Mengadapi berbagai persoalan kepemimpinan 

Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif. Pelayanan promotif adalah upaya meningkatkan kesehatan masyarakat ke arah yang lebih baik lagi dan yang preventif mencegah agar masyarakat tidak jatuh sakit agar terhindar dari penyakit.
Sebab itu pelayanan kesehatan masyarakat itu tidak hanya tertuju pada pengobatan individu yang sedang sakit saja, tetapi yang lebih penting adalah upaya-upaya pencegahan (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif). Sehingga, bentuk pelayanan kesehatan bukan hanya puskesmas atau balkesma saja, tetapi juga bentuk-bentuk kegiatan lain, baik yang langsung kepada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, maupun yang secara tidak langsung berpengaruh kepada peningkatan kesehatan.

Upaya kesehatan terbagi menjadi 2 yaitu :
a.    Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
UKM adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah & menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat.
b.    Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)
UKP adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah & menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan.

Pelayanan kesehatan menyeluruh dan terpadu menurut Somers adalah:
1. Pelayanan kesehatan yang memadukan berbagai upaya kesehatan yakni peningkatan dan pemeliharaan kesehatan,pencegahan dan penyembuhan penyakit,pemulihan.
2.  Pelayanan kesehatan yang tidak hanya memperhatikan keluhan penderita,tapi   juga latar belakang ekonomi,sosial,budaya,psikologi dan lainnya.

B.   Stratifikasi pelayanan kesehatan
Stratifikasi pelayanan kesehatan merupakan pengelompokan pemberian pelayanan kesehatan berdasarkan tingkat kebutuhan subjek layanan kesehatan. stratifikasi pelayanan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:

1.    Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka (promosi kesehatan).
Yang dimaksud pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pokok (basic health services), yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada umumnya pelayanan kesehatan tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan (ambulatory/ out patient services). Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah Puskesmas, Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, dan Balkesmas.
2.    Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua
Pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan kesehatan yang lebih lanjut yang diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan rawat inap (in patient services) yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis. Bentuk pelayanan ini misalnya Rumah Sakit tipe C dan D.
3.    Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga
Pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan yang diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder, bersifat lebih komplek dan umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga superspesialis. Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah Rumah Sakit tipe A dan B (Azwar, 1996).

C. Jenjang pelayanan kesehatan
Berdasarkan tingkat pelayanan kesehatan maka jenjang pelayanan kesehatan dibedakan atas lima, yaitu:
1.      Tingkat rumah tangga, Pelayanan kesehatan oleh individu atau oleh keluarga sendiri.
2.        Tingkat masyarakat., Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong mereka sendiri, misalnya: posyandu, polindes, POD, saka bakti husada, dan lain-lain.
3.      Fasilitas pelayanan tingkat pertama, Upaya kesehatan tingkat pertama yang dilakukan oleh puskesmas dan unit fungsional dibawahnya, praktek dokter swasta, bidan swasta,  dokter keluarga dan lain-lain.
4.      Fasilitas pelayanan tingkat kedua, Upaya kesehatan tingkat kedua (rujukan spesial) oleh balai: balai pengobatan penyakit paru (BP4), balai kesehatan mata masyarakat (BKMM), balai kesehatan kerja masyarakat (BKKM), balai kesehatan olah raga masyarakat (BKOM), sentra pengembangan dan penerapan pengobatan tradisional (SP3T), rumah sakit kabupaten atau kota, rumah sakit swasta, klinik swasta, dinas kesehatan kabupaten atau kota, dan lain-lain.
5.      Fasilitas pelayanan tingkat ketiga, Upaya kesehatan tingkat ketiga (rujukan spesialis lanjutan atau konsultan) oleh rumah sakit provinsi atau pusat atau pendidikan, dinas kesehatan provinsi dan departemen kesehatan.

C.  Upaya pelayanan rujukan
Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan yang melaksanakan pelimpahan wewenang atau tanggung jawab timbal balik, terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan, secara vertikal dalam arti dari unit yang terkecil atau berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horisontal atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat kemampuannya.
Salah satu bentuk pelaksanaan dan pengembangan upaya kesehatan dalam Sistem kesehatan Nasional (SKN) adalah rujukan upaya kesehatan. Untuk mendapatkan mutu pelayanan yang lebih terjamin, berhasil guna (efektif) dan berdaya guna (efesien), perlu adanya jenjang pembagian tugas diantara unit-unit pelayanan kesehatan melalui suatu tatanan sistem rujukan. Dalam pengertiannya, sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu tatanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masyarakat, baik secara vertikal maupun horizontal, kepada yang berwenang dan dilakukan secara rasional.
                  Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari  :
1.      Rujukan internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas pembantu) ke puskesmas induk.
2.      Rujukan eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang pelayanan kesehatan, baik horizontal  (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).
                  Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari :
1.      Rujukan medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit umum daerah.
2.      Rujukan kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif).



Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas.

                  Rujukan secara konseptual terdiri atas:
1.      Rujukan upaya kesehatan perorangan yang pada dasarnya menyangkut masalah medik perorangan yang antara lain meliputi:
a.       Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik,pengobatan,tindakan operasional dan lain-lain.
b.      Rujukan bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium klinik yang lebih lengkap.
c.       Rujukan ilmu pengetahuan antara lain dengan mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk melakukan tindakan, memberi pelayanan, ahli pengetahuan dan teknologi dalam meningkatkan kualitas pelayanan.
2.      Rujukan upaya kesehatan masyarakat pada dasarnya menyangkut masalah kesehatan masyarakat yang meluas meliputi:
a.       Rujukan sarana berupa antara lain bantuan laboratorium dan teknologi kesehatan.
b.      Rujukan tenaga dalam bentuk antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyidikan sebab dan asal usul penyakit atau kejadian luar biasa suatu penyakit serta penanggulangannya pada bencana alam, gangguan kamtibmas, dan lain-lain.
c.       Rujukan operasional berupa antara lain bantuan obat, vaksin, pangan pada saat terjadi bencana, pemeriksaan bahan (spesimen) bila terjadi keracunan masal, pemeriksaan air minum penduduk, dan sebagainya.

            Jalur rujukan terdiri dari dua jalur, yakni:
a.    Rujukan upaya kesehatan perorangan
b.    Antara masyarakat dengan puskesmas
c.    Antara puskesmas pembantu atau bidan di desa dengan puskesmas
d.   Intern petugas puskesmas atau puskesmas rawat inap
e.    Antar puskesmas atau puskesmas dengan rumah sakit atau fasilitas pelayanan lainnya.
3.      Rujukan upaya kesehatan masyarakat
a.       Dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten atau kota.
b.        Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral maupun lintas sektoral.
c.         Bila rujukan ditingkat kabupaten atau kota masih belum mampu mananggulangi, bisa diteruskan ke provinsi atau pusat (Trihono, 2005).




2.4                  Pengertian rencana strategis

Rencana Strategis (Renstra) merupakan dokumen yang berisi upaya-upaya pembangunan kesehatan yang dijabarkan dalam bentuk program/ kegiatan. Renstra ini menjadi dasar dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Antara lain:
1.      Meningkatkan promosi kesehatan,upaya kesehatan bersumber manusia (UKBM),pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan serta rekruitmen sumber daya bidang ksehatan.
Provinsi Banten selalu berupaya meningkatkan jumlah, jenis dan penyebaran tenaga kesehatan yang sesuai dengan standar,meningkatkan kualitas tenaga kesehatan yang berkualitas dan professional di bidangnya.

2.      Meningkatkan jumlah dan kualitas sarana dan prasarana pelayanan kesehatan yang tersebar dan merata.
Provinsi Banten selalu berupaya meningkatkan jumlah, jenis dan penyebaran tenaga kesehatan yang sesuai dengan standar,meningkatkan kualitas tenaga kesehatan yang berkualitas dan professional di bidangnya.

3.      Meningkatkan cangkupan program di bidang pencegahan, pengamatan, pemberantasan, dan penanggulangan penyakit menular dan tidak  menular.
·         penyakit menular, prioritas masih tertuju pada penyakit HIV/AIDS, tuberculosis, malaria, demam berdarah, influenza dan flu burung. Disamping itu Indonesia juga belum sepenuhnya berhasil mengendalikan penyakit neglected diseases seperti kusta, filariasis, leptospirosis, dan lain-lain. Angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti polio, campak, difteri, pertusis, hepatitis B. Dalam rangka menurunkan kejadian luar biasa penyakit menular telah dilakukan pengembangan Early Warning and Respons System (EWARS) atau Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) merupakan penguatan dari Sistem Kewaspadaan Dini - Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB). Melalui Penggunaan EWARS ini diharapkan terjadi peningkatan dalam deteksi dini dan respon terhadap peningkatan trend kasus penyakit khususnya yang berpotensi menimbulkan KLB.
·         Penyakit Tidak Menular, Kecenderungan penyakit menular terus meningkat dan telah mengancam sejak usia muda. Selama dua dekade terakhir ini, telah terjadi transisi epidemiologis yang signifikan, penyakit tidak menular telah menjadi beban utama, meskipun beban penyakit menular masih berat juga. Indonesia sedang mengalami double burden penyakit, yaitu penyakit tidak menular dan penyakit menular sekaligus.
Penyakit tidak menular utama meliputi hipertensi, diabetes melitus, kanker dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Jumlah kematian akibat rokok terus meningkat dari 41,75% pada tahun 1995 menjadi 59,7% di 2007. Selain itu dalam survei ekonomi nasional 2006 disebutkan penduduk miskin menghabiskan 12,6% penghasilannya untuk konsumsi rokok.
Dalam rangka pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) antara lain dilakukan melalui pelaksanaan Pos Pembinaan Terpadu Pengendalian Penyakit Tidak Menular (Posbindu-PTM) yang merupakan upaya monitoring dan deteksi dini faktor risiko penyakit tidak menular di masyarakat.
4.      Meningkatkan partisipasi lintas sektor dan lintas program dengan melaksanakan bimbingan kewilayahan.
Provinsi Banten selalu berupaya untuk meningkatkan penguatan sistem, kemitraan,kepatuhan terhadap standard dan peningkatan komitmen para pihak   dengan cara di wujudkannya system informasi kesehatan yang evidence base, akurat diseluruh kota/kabupaten, provinsi banten  dan online dengan nasional. setiap KLB di laporkan secara cepat <24 jam kepada kepala dan instansi kesehatan.
5.      Peningkatan kemampuan Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi secara professional.
Provinsi Banten terus meningkatkan kualitas aparatur daerah, meningkatkan disiplin aparatur daerah, terpenuhinya kebutuhan dasar operasional unit kerja SKPD dalam mendukung tugas pokok dan funsginya, terpeliharanya sarana dan prasarana, tersedianya dokumen perencanaan makro dan sektoral yang pro publik.

2.5                    Prinsip-prinsip rencana strategis bidang kesehatan
Prinsip-prinsip Penyusunan RENSTRA SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah ) Sejalan dengan Undang-Undang No 25/2004, maka penyusunan Renstra perlu memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut: (1)Teknokratis (Strategis) (2)Demokratis dan partisipatif (3)Politis (4) Perencanaan bottom-up (5) Perencanaan top-down.

1. Teknokratis (Strategis)
Dokumen Renstra SKPD pada dasarnya merupakan suatu proses pemikiran strategis. Kualitas Dokumen Renstra SKPD sangat ditentukan oleh seberapa jauh Renstra SKPD dapat mengemukakan secara sistematis proses pemikiran strategis tersebut. Perencanaan strategis erat kaitannya dengan proses menetapkan kebijakan yang hendak dicapai dalam lima tahun mendatang; bagaimana mencapainya dan langkah-langkah strategis apa yang perlu dilakukan agar tujuan tercapai.


Alur pemikiran strategis (strategic thinking process) pada dasarnya mencakup elemen-elemen sebagai berikut:
a.       Ada rumusan isu dan permasalahan pembangunan yang jelas
b.       Ada rumusan prioritas isu sesuai dengan urgensi dan kepentingan dan dampak isu terhadap kesejahteraan masyarakat banyak
c.       Ada rumusan tujuan pembangunan yang memenuhi kriteria SMART (specific, measurable, achievable, result oriented, time bound)
d.      Ada rumusan alternatif strategi untuk pencapaian tujuan
e.       Ada rumusan kebijakan untuk masing-masing strategi
f.       Ada pertimbangan atas kendala ketersediaan sumber daya dan dana (kendala fiskal SKPD)
g.      Ada prioritas program
h.      Ada tolok ukur dan target kinerja capaian program
i.        Ada pagu indikatif program
j.        Ada kejelasan siapa bertanggung jawab untuk mencapai tujuan, sasaran dan hasil, dan waktu penyelesaian termasuk review kemajuan pencapaian sasaran
k.      Ada kemampuan untuk menyesuaikan dari waktu ke waktu terhadap perkembangan internal dan eksternal yang terjadi
l.        Ada evaluasi terhadap proses perencanaan yang dilakukan
m.    Ada komunikasi dan konsultasi berkelanjutan dari dokumen yang dihasilkan
n.      Ada instrumen, metodologi, pendekatan yang tepat digunakan untuk mendukung proses perencanaan

2. Demokratis dan Partisipatif
Ini bermakna bahwa proses penyusunan Renstra perlu dilaksanakan secara transparan, akuntabel, dan melibatkan masyarakat (stakeholder) dalam pengambilan keputusan perencanaan di semua tahapan perencanaan:
a.       Ada identifikasi stakeholder yang relevan untuk dilibatkan dalam proses perumusan visi, misi, dan agenda SKPD serta dalam proses pengambilan keputusan penyusunan Renstra SKPD
b.      Ada kesetaraan antara government dan non government stakeholder dalam pengambilan keputusan, Ada transparasi dan akuntabilitas dalam proses perencanaan
c.       Ada keterwakilan yang memadai dari seluruh segmen masyarakat, terutama kaum perempuan dan kelompok marjinal
d.      Ada sense of ownership masyarakat terhadap Renstra
e.       Ada pelibatan dari media
f.       Ada konsensus atau kesepakatan pada semua tahapan penting pengambilan keputusan seperti perumusan prioritas isu dan permasalahan, perumusan tujuan, strategi dan kebijakan, dan prioritas program




3.      Politis
Ini bermakna bahwa penyusunan Renstra melibatkan proses konsultasi dengan kekuatan politis terutama Kepala Daerah Terpilih dan DPRD:
a.       Ada konsultasi dengan KDH Terpilih untuk penerjemahan yang tepat dan sistematis atas visi, misi, dan program Kepala Daerah Terpilih ke dalam tujuan, strategi, kebijakan, dan program pembangunan daerah
b.      Ada keterlibatan DPRD dalam proses penyusunan Renstra
SKPD
c.        Ada pokok-pokok pikiran DPRD dalam proses penyusunan Renstra SKPD
d.      Ada naskah akademis untuk mendukung proses pengesahan Renstra SKPD
e.       Ada review dan evaluasi dari DPRD terhadap rancangan Renstra SKPD
f.        Ada pembahasan terhadap Ranperda Renstra SKPD
g.      Ada pengesahan Renstra SKPD sebagai Peraturan Kepala SKPD yang mengikat semua pihak untuk melaksanakannya dalam lima tahun ke depan
.
4.       (5 Bottom-up )
Ini bermakna bahwa proses penyusunan RENSTRA perlu memperhatikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat:
a.       Ada penjaringan aspirasi dan kebutuhan masyarakat untuk
melihat konsistensi dengan visi, misi, dan program Kepala Daerah Terpilih
b.       Memperhatikan hasil proses musrenbang dan kesepakatan dengan masyarakat tentang prioritas pembangunan daerah
c.        Mempertimbangkan hasil Forum Multi Stakeholder
d.      Memperhatikan hasil proses penyusunan Renstra.

5 Top down
Ini bermakna bahwa proses penyusunan Renstra SKPD perlu bersinergi dengan rencana strategis di atasnya dan komitmen pemerintahan atasan berkaitan:
a.       Ada sinergi dengan RPJM Nasional dan RENSTRA K/L
b.      Ada sinergi dan konsistensi dengan RPJPD dan RPJMD
c.        Ada sinergi dan konsistensi dengan RTRWD
d.      Ada sinergi dan komitmen pemerintah terhadap tujuantujuan pembangunan global seperti Millenium Development Goals, Sustainable Development, pemenuhan Hak Asasi Manusia, pemenuhan air bersih dan sanitasi, dsb.




BAB III
PENUTUP
3.1           Kesimpulan
Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak; (2) meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan; (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta (6) meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.
3.2                   Saran
Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 ini digunakan sebagai acuan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kesehatan dalam kurun waktu 2015-2019, serta dilaksanakan oleh seluruh stakeholders jajaran kesehatan baik di Pusat maupun Daerah termasuk dukungan lintas sektor dan dunia usaha.
















DAFTAR PUSTAKA

















0 komentar:

Posting Komentar