BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang
dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai
investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis. Karena kesehatan adalah Hak dari semua
individu, karena menurut UU RI No. 36 Tahun 2009, Kesehatan adalah keadaan
sehat, baik secara fisik, mental,spritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Keadaan sehat
maupun sakit sangatlah penting mengingat kita harus dapat menentukan ada atau
tidaknya permasalahan/penyakit diantara individu dan seberapa banyak. Secara
umum keadaan sakit itu dinyatakan sebagai penyimpangan dari keadaan normal, baik
struktural maupun fungsinya atau juga keadaan dimana tubuh atau
organisme/bagian dari organisme/populasi yang diteliti tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya dilihat dari keadaan patologisnya. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kesinambungan
antar upaya program dan sektor, serta kesinambungan dengan upaya-upaya yang
telah dilaksanakan oleh periode sebelumnya.
1.2
Rumusan masalah
1.2.1 Apa pengertian kebijakan publik dalam pelayanan kesehatan?
1.2.2 Apa ciri-ciri kebijakan publik dalam sector kesehatan?
1.2.3 Bagaimana konsep sistem pelayanan kesehatan politik medis dan
administrasi?
1.2.4 Apa pengertian rencana strategis?
1.2.5 Bagaimana prinsip-prinsip rencana strategis bidang kesehatan?
1.3
Tujuan penulisan
1.3.1 Memahami pengertian kebijakan publik dalam pelayanan kesehatan.
1.3.2 Mengetahui ciri-ciri kebijakan publik dalam sector kesehatan.
1.3.3 Mengetahui konsep sistem pelayanan kesehatan politik medis dan
administrasi.
1.3.4 Memahami pengertian rencana strategis.
1.3.5 Mengetahui prinsip-prinsip rencana strategis bidang kesehatan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian kebijakan publik dalam pelayanan kesehatan
Kebijakan publik atau kebijakan umum
dapat didefinisikan sebagai segala rangkaian konsep dan asas yang menjadi rencana
dasar, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada
prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di
lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka
upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan
organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.
Pelayanan publik atau pelayanan umum yang
diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah semua penyediaan barang atau
jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta,
seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutan milik swasta.
2. Pelayanan publik atau
pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi publik. Yang dapat
dibedakan lagi menjadi :
· Bersifat primer dan adalah semua penyediaan
barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah
merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak mau harus
memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi,
pelayanan penjara
dan pelayanan perizinan.
· Bersifat sekunder, adalah segala bentuk
penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang
di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa
penyelenggara pelayanan.
Ada lima karakteristik yang dapat
dipakai untuk membedakan ketiga jenis penyelenggaraan pelayanan publik
tersebut, yaitu:
1.
Adaptabilitas layanan. Ini
berarti derajat perubahan layanan sesuai dengan tuntutan perubahan yang diminta
oleh pengguna.
2. Posisi tawar
pengguna/klien. Semakin tinggi posisi tawar pengguna/klien, maka akan semakin
tinggi pula peluang pengguna untuk meminta pelayanan yang lebih baik.
3. Type pasar.
Karakteristik ini menggambarkan jumlah penyelenggara pelayanan yang ada, dan
hubungannya dengan pengguna/klien.
4. Locus kontrol. Karakteristik ini
menjelaskan siapa yang memegang kontrol atas transaksi, apakah pengguna ataukah
penyelenggara pelayanan.
5. Sifat pelayanan. Hal ini
menunjukkan kepentingan pengguna atau penyelenggara pelayanan yang lebih
dominan.
Pelayanan Kesehatan Adalah upaya yang diselenggarakan sendiri/secara
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah, dan mencembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
peroorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat. Definisi pelayanan kesehatan menurut ahli:
·
Menurut
Depkes RI (2009) adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga,
kelompok dan atupun masyarakat.
·
Menurut
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmojo Pelayanan
kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah
pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif( peningkatan kesehatan ) dengan
sasaran masyarakat.
·
Menurut
Levey dan Loomba (1973) Pelayanan Kesehatan Adalah upaya yang diselenggarakan
sendiri/secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah, dan mencembuhkan penyakit serta memulihkan
kesehatan peroorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat.
Pelayanan kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang
tujuan utamanya adalah promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan),
preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan rehabilitasi (pemulihan)
kesehatan perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat,lingkungan. Yang di
maksud sub sistem disini adalah sub sistem dalam pelayanan kesehatan adalah
input, proses, output,dampak, umpan balik.
·
Input
adalah sub elemen–sub elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk berfungsinya
system.
·
Proses
adalah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan sehingga
mengasilkan sesuatu (keluaran) yang
direncanakan.
·
Output
adalah hal-hal yang dihasilkan oleh proses.
·
Dampak
adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu lamanya.
·
Umpan balik
adalah hasil dari proses yang sekaligus sebagai masukan untuk sistem tersebut.
·
Lingkungan adalah dunia diluar sistem yang mempengaruhi sistem
tersebut.
Contoh: Di dalam pelayanan
kesehatan Puskesmas.
1. Input adalah : Dokter, perawat, obat-obatan,
2. Prosesnya : kegiatan pelayanan puskesmas,
3. Outputnya : Pasien sembuh/tidak sembuh,
4. Dampaknya : meningkatnya status kesehatan masyarakat,
5. Umpan baliknya : keluhan-keluhan pasien terhadaf pelayanan,
6. Lingkungannya :
masyarakat dan instansi-instansi diluar puskemas tersebut.
Tujuan Pelayanan Kesehatan :
1. Promotif (memelihara dan meningkatkan
kesehatan), hal ini diperlukan misalnya dalam peningkatan gizi, perbaikan
sanitasi lingkungan.
2. Preventif (pencegahan terhadap orang
yang berisiko terhadap penyakit), terdiri dari:
a. Preventif primer: Terdiri dari
program pendidikan, seperti imunisasi,penyediaan nutrisi yang baik, dan
kesegaran fisik.
b. Preventif sekunder: Terdiri dari
pengobatan penyakit pada tahap dini untuk membatasi kecacatan dengan cara
mengindari akibat yang timbul dari perkembangan penyakit tersebut.
c. Preventif tersier: Pembuatan
diagnosa ditunjukan untuk melaksanakan tindakan rehabilitasi, pembuatan
diagnosa dan pengobatan.
3. Kuratif (penyembuhan penyakit).
4. Rehabilitasi (pemulihan), usaha pemulihan seseorang untuk
mencapai fungsi normal atau mendekati normal setelah mengalami sakit fisik atau
mental,cedera atau penyalahgunaan.
Jadi
kebijakan publik dalam pelayanan kesehatan yaitu jasa pelayanan publik yang
pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh kementrian
kesehatan atau instansi kesehatan untuk meningkatkan serta memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat.
2.2
Ciri-ciri
kebijakan publik dalam sektor kesehatan
Untuk mewujudkan pembangunan kesehatan harus didukung oleh kebijakan
publik pro Rakyat, artinya kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
harus berdasarkan keinginan masyarakat dan bisa menyelesaikan masalah yang ada
di masyarakat. kebijakan publik dalam sektor kesehatan yang dikeluarkan oleh
kementrian kesehatan serta lembaga kesehatan provinsi untuk menciptakan
pembangunan kesehatan. Untuk itu agar kebijakan dapat dilaksanakan dengan baik
maka kebijakan seharusnya:
1.
Dirancang sesuai dengan
kerangka acuan dan teori yang kuat.
2.
Disusun korelasi yang jelas
antara kebijakan dan implementasinya.
3.
Ditetapkan adanya organisasi
yang mengkoordinir pelaksanaan kebijakan sehingga proses implementasi dapat
berjalan baik.
4.
Dilakukan sosialisasi kebijakan
yang akan diterapkan sampai organisasi pelaksana tingkat bawah (street level
bureaucracy).
5.
Dilakukan pemantauan secara
terus menerus (monitoring).
6.
Diberi bobot yang sama penting
antara kebijakan dan implementasinya. Maksudnya, pembuat kebijakan harus
menilai sama penting antara kebijakan dan implementasinya. Karena itu,
pembuatan kerangka kerjanya dan tindakan lanjutnya mendapatkan perhatian dan
fokus yang sama pula, sehingga antara kebijakan dengan implementasinya tidak
terjadi kesenjangan yang menyulitkan dalam pelaksanaannya.
Selain itu ada dua kemungkinan kegagalan suatu kebijakan :
1.
Tidak terimplementasi,
maksudnya suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai rencana, atau karena
pelaksananya tidak menguasai permasalahan.
2.
Implementasi yang tidak
berhasil, biasanya terjadi manakala suatu kebijakan telah dilaksanakan sesuai
rencana namun kondisi eksternal ternyata tidak menguntungkan.
Sukses tidaknya implementasi kebijakan juga dipengaruhi oleh
kondisi-kondisi sebagai berikut :
1.
Dukungan dan penilakan dari
lembaga eksternal. Jika lembaga eksternal mendukung, maka pelaksanaan
kebijakan-kebijakan akan berhasil. Sebaliknya, jika menolak maka pelaksanaan
kebijakan akan gagal. Oleh karena itu, agar sukses, pengambil kebijakan dan
para pelaksananya harus melakukan penyamaan visi dan persepsi dalam kebijakan
yang diambil.
2.
Ketersediaan waktu dan sumber
daya yang cukup.
3.
Dukungan dari berbagai macam
sumber daya yang ada. Makin banyak yang mendukung makin tinggi tingkat
kesuksesannya.
4.
Kemampuan pelaksana kebijakan
menganalisis kausalitas persoalan yang timbul dari pelaksanaan kebijakan. Makin
mampu para pelaksana kebijakan menganalisis kausalitas antara satu kegiatan dengan
kegiatan lain atau antara suatu kegiatan dengan dampaknya akan semakin tinggi
tingkat keberhasilannya.
5.
Kepatuhan para pelaksana
kebijakan terhadap kesepakatan dan tujuan yang telah diciptakan dalam tingkat
koordinasi.
2.3
Konsep sistem pelayanan kesehatan politik
medis dan administrasi
A. Bentuk dan jenis pelayanan kesehatan
Menurut
pendapat Hodgetts dan Casio, jenis pelayanan
kesehatan secara umum dapat dibedakan atas dua, yaitu:
1. Pelayanan kedokteran
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical services) ditandai dengan cara
pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi.
Tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta
sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.
2.
Pelayanan kesehatan
masyarakat
Pelayanan kesehatan yang termasuk
dalam kelompok kesehatan masyarakat
(public health service) ditandai
dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu
organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah
penyakit, serta sasarannya untuk kelompok dan masyarakat.
Perbedaan
Pelayanan Kedokteran dengan Pelayanan Kesehatan Masyarakat :
No
|
Pelayanan Kedokteran
|
Pelayanan Kesehatan Masyarakat
|
1.
|
Tenaga pelaksaannya adalah tenaga para dokter
|
Tenaga pelaksanaanya terutama ahli kesehatan masyarakat
|
2.
|
Perhatian
utamanya adalah penyembuhan penyakit
|
Perhatian utamanya pada pencegahan penyakit
|
3.
|
Sasaran
utamanya adalah perseorangan atau keluarga
|
Sasaran utamanya adalah masyarakat secara keseluruhan
|
4.
|
Kurang
memperhatikan efisiensi
|
Selalu berupaya mencari cara yang efisien
|
5.
|
Tidak
boleh menarik perhatian karena bertentangan dengan etika kedokteran
|
Dapat menarik perhatian masyarakat
|
6.
|
Menjalankan
fungsi perseorangan dan terikat undang-undang
|
Menjalankan fungsi dengan mengorganisir masyarakat dan
mendapat dukungan undang-undang
|
7.
|
Penghasilan
diperoleh dari imbal jasa
|
Pengasilan berupa gaji dari pemerintah
|
8.
|
Bertanggung
jawab hanya kepada penderita
|
Bertanggung jawab kepada seluruh masyarakat
|
9.
|
Tidak
dapat memonopoli upaya kesehatan dan bahkan mendapat saingan
|
Dapat memonopoli upaya kesehatan
|
10.
|
Masalah administrasi sangat sederhana
|
Mengadapi berbagai persoalan kepemimpinan
|
Pelayanan
kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan pelayanan kesehatan promotif
dan preventif. Pelayanan promotif adalah upaya meningkatkan kesehatan
masyarakat ke arah yang lebih baik lagi dan yang preventif mencegah agar
masyarakat tidak jatuh sakit agar terhindar dari penyakit.
Sebab
itu pelayanan kesehatan masyarakat itu tidak hanya tertuju pada pengobatan
individu yang sedang sakit saja, tetapi yang lebih penting adalah upaya-upaya
pencegahan (preventif) dan peningkatan
kesehatan (promotif). Sehingga,
bentuk pelayanan kesehatan bukan hanya puskesmas atau balkesma saja, tetapi
juga bentuk-bentuk kegiatan lain, baik yang langsung kepada peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit, maupun yang secara tidak langsung berpengaruh
kepada peningkatan kesehatan.
Upaya
kesehatan terbagi menjadi 2 yaitu :
a. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
UKM adalah setiap kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah & menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat.
b.
Upaya
Kesehatan Perorangan (UKP)
UKP adalah setiap kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan serta mencegah & menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan.
Pelayanan
kesehatan menyeluruh dan terpadu menurut Somers adalah:
1. Pelayanan kesehatan yang
memadukan berbagai upaya kesehatan yakni peningkatan dan pemeliharaan
kesehatan,pencegahan dan penyembuhan penyakit,pemulihan.
2. Pelayanan
kesehatan yang tidak hanya memperhatikan keluhan penderita,tapi juga latar belakang
ekonomi,sosial,budaya,psikologi dan lainnya.
B.
Stratifikasi pelayanan kesehatan
Stratifikasi pelayanan kesehatan merupakan
pengelompokan pemberian pelayanan kesehatan berdasarkan tingkat kebutuhan
subjek layanan kesehatan. stratifikasi pelayanan kesehatan dapat dikelompokkan
menjadi tiga macam, yaitu:
1. Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat
yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka
(promosi kesehatan).
Yang
dimaksud pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan yang
bersifat pokok (basic health services),
yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai
strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada umumnya
pelayanan kesehatan tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan (ambulatory/ out patient services).
Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah Puskesmas, Puskesmas pembantu,
Puskesmas keliling, dan Balkesmas.
2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua
Pelayanan
kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan kesehatan yang lebih lanjut yang
diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan rawat inap (in patient services) yang sudah tidak
dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer dan memerlukan tersedianya
tenaga-tenaga spesialis. Bentuk pelayanan ini misalnya Rumah Sakit tipe C dan
D.
3. Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga
Pelayanan
kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan yang diperlukan oleh
kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan
kesehatan sekunder, bersifat lebih komplek dan umumnya diselenggarakan oleh
tenaga-tenaga superspesialis. Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah Rumah
Sakit tipe A dan B (Azwar, 1996).
C. Jenjang pelayanan
kesehatan
Berdasarkan tingkat pelayanan kesehatan
maka jenjang pelayanan kesehatan dibedakan atas lima, yaitu:
1.
Tingkat rumah tangga, Pelayanan kesehatan oleh individu
atau oleh keluarga sendiri.
2. Tingkat masyarakat., Kegiatan swadaya masyarakat dalam
menolong mereka sendiri, misalnya: posyandu, polindes, POD, saka bakti husada,
dan lain-lain.
3. Fasilitas pelayanan tingkat pertama, Upaya kesehatan tingkat pertama
yang dilakukan oleh puskesmas dan unit fungsional dibawahnya, praktek dokter
swasta, bidan swasta, dokter keluarga dan lain-lain.
4. Fasilitas pelayanan tingkat kedua, Upaya kesehatan tingkat kedua
(rujukan spesial) oleh balai: balai pengobatan penyakit paru (BP4), balai
kesehatan mata masyarakat (BKMM), balai kesehatan kerja masyarakat (BKKM),
balai kesehatan olah raga masyarakat (BKOM), sentra pengembangan dan penerapan
pengobatan tradisional (SP3T), rumah sakit kabupaten atau kota, rumah sakit
swasta, klinik swasta, dinas kesehatan kabupaten atau kota, dan lain-lain.
5. Fasilitas pelayanan tingkat ketiga, Upaya kesehatan tingkat ketiga
(rujukan spesialis lanjutan atau konsultan) oleh rumah sakit provinsi atau
pusat atau pendidikan, dinas kesehatan provinsi dan departemen kesehatan.
C. Upaya pelayanan rujukan
Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan
yang melaksanakan pelimpahan wewenang atau tanggung jawab timbal balik,
terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan, secara vertikal dalam
arti dari unit yang terkecil atau berkemampuan kurang kepada unit yang lebih
mampu atau secara horisontal atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit
yang setingkat kemampuannya.
Salah satu bentuk pelaksanaan dan pengembangan upaya
kesehatan dalam Sistem kesehatan Nasional (SKN) adalah rujukan upaya kesehatan.
Untuk mendapatkan mutu pelayanan yang lebih terjamin, berhasil guna (efektif)
dan berdaya guna (efesien), perlu adanya jenjang pembagian tugas diantara
unit-unit pelayanan kesehatan melalui suatu tatanan sistem rujukan. Dalam
pengertiannya, sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu tatanan kesehatan
yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas
timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masyarakat, baik
secara vertikal maupun horizontal, kepada yang berwenang dan dilakukan secara
rasional.
Menurut tata hubungannya, sistem rujukan
terdiri dari :
1. Rujukan
internal
adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di dalam institusi
tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas pembantu) ke puskesmas
induk.
2. Rujukan
eksternal
adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang pelayanan kesehatan,
baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat inap)
maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).
Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan
terdiri dari :
1. Rujukan
medik
adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya penyembuhan (kuratif)
dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan
penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit
umum daerah.
2. Rujukan
kesehatan
adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan dengan upaya peningkatan
promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif).
Contohnya, merujuk pasien dengan
masalah gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien
dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas.
Rujukan secara konseptual terdiri
atas:
1. Rujukan upaya kesehatan perorangan
yang pada dasarnya menyangkut masalah medik perorangan yang antara lain
meliputi:
a. Rujukan kasus untuk keperluan
diagnostik,pengobatan,tindakan operasional dan lain-lain.
b. Rujukan bahan (spesimen) untuk
pemeriksaan laboratorium klinik yang lebih lengkap.
c. Rujukan ilmu pengetahuan antara lain
dengan mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk
melakukan tindakan, memberi pelayanan, ahli pengetahuan dan teknologi dalam
meningkatkan kualitas pelayanan.
2. Rujukan upaya kesehatan masyarakat
pada dasarnya menyangkut masalah kesehatan masyarakat yang meluas meliputi:
a. Rujukan sarana berupa antara lain
bantuan laboratorium dan teknologi kesehatan.
b. Rujukan tenaga dalam bentuk antara
lain dukungan tenaga ahli untuk penyidikan sebab dan asal usul penyakit atau
kejadian luar biasa suatu penyakit serta penanggulangannya pada bencana alam,
gangguan kamtibmas, dan lain-lain.
c. Rujukan operasional berupa antara
lain bantuan obat, vaksin, pangan pada saat terjadi bencana, pemeriksaan bahan
(spesimen) bila terjadi keracunan masal, pemeriksaan air minum penduduk, dan
sebagainya.
Jalur
rujukan terdiri dari dua jalur, yakni:
a. Rujukan upaya kesehatan perorangan
b. Antara masyarakat dengan puskesmas
c. Antara puskesmas pembantu atau bidan
di desa dengan puskesmas
d. Intern petugas puskesmas atau
puskesmas rawat inap
e. Antar puskesmas atau puskesmas
dengan rumah sakit atau fasilitas pelayanan lainnya.
3. Rujukan upaya kesehatan masyarakat
a. Dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten
atau kota.
b. Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik
intrasektoral maupun lintas sektoral.
c. Bila rujukan ditingkat kabupaten atau kota masih belum mampu
mananggulangi, bisa diteruskan ke provinsi atau pusat (Trihono, 2005).
2.4
Pengertian rencana strategis
Rencana
Strategis (Renstra) merupakan dokumen yang berisi upaya-upaya pembangunan
kesehatan yang dijabarkan dalam bentuk program/ kegiatan. Renstra ini menjadi
dasar dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Antara lain:
1.
Meningkatkan
promosi kesehatan,upaya kesehatan bersumber manusia (UKBM),pendidikan dan
pelatihan tenaga kesehatan serta rekruitmen sumber daya bidang ksehatan.
Provinsi Banten selalu
berupaya meningkatkan jumlah, jenis dan penyebaran tenaga kesehatan yang sesuai
dengan standar,meningkatkan kualitas tenaga kesehatan yang berkualitas dan
professional di bidangnya.
2.
Meningkatkan
jumlah dan kualitas sarana dan prasarana pelayanan kesehatan yang tersebar dan
merata.
Provinsi Banten selalu
berupaya meningkatkan jumlah, jenis dan penyebaran tenaga kesehatan yang sesuai
dengan standar,meningkatkan kualitas tenaga kesehatan yang berkualitas dan
professional di bidangnya.
3.
Meningkatkan
cangkupan program di bidang pencegahan, pengamatan, pemberantasan, dan
penanggulangan penyakit menular dan tidak menular.
·
penyakit
menular, prioritas masih tertuju pada penyakit HIV/AIDS, tuberculosis, malaria,
demam berdarah, influenza dan flu burung. Disamping itu Indonesia juga belum
sepenuhnya berhasil mengendalikan penyakit neglected diseases seperti
kusta, filariasis, leptospirosis, dan lain-lain. Angka kesakitan dan kematian
yang disebabkan oleh penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi
seperti polio, campak, difteri, pertusis, hepatitis B.
Dalam
rangka menurunkan kejadian luar biasa penyakit menular telah dilakukan
pengembangan Early Warning and Respons System (EWARS) atau Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) merupakan penguatan dari Sistem Kewaspadaan
Dini - Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB). Melalui Penggunaan EWARS ini diharapkan
terjadi peningkatan dalam deteksi dini dan respon terhadap peningkatan trend
kasus penyakit khususnya yang berpotensi menimbulkan KLB.
·
Penyakit Tidak Menular, Kecenderungan
penyakit menular terus meningkat dan telah mengancam sejak usia muda. Selama
dua dekade terakhir ini, telah terjadi transisi epidemiologis yang signifikan,
penyakit tidak menular telah menjadi beban utama, meskipun beban penyakit
menular masih berat juga. Indonesia sedang mengalami double burden penyakit,
yaitu penyakit tidak menular dan penyakit menular sekaligus.
Penyakit tidak menular utama meliputi hipertensi, diabetes
melitus, kanker dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Jumlah kematian
akibat rokok terus meningkat dari 41,75% pada tahun 1995 menjadi 59,7% di 2007.
Selain itu dalam survei ekonomi nasional 2006 disebutkan penduduk miskin
menghabiskan 12,6% penghasilannya untuk konsumsi rokok.
Dalam rangka pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) antara lain
dilakukan melalui pelaksanaan Pos Pembinaan Terpadu Pengendalian Penyakit Tidak
Menular (Posbindu-PTM) yang merupakan upaya monitoring dan deteksi dini faktor
risiko penyakit tidak menular di masyarakat.
4.
Meningkatkan
partisipasi lintas sektor dan lintas program dengan melaksanakan bimbingan
kewilayahan.
Provinsi
Banten selalu berupaya untuk meningkatkan penguatan sistem, kemitraan,kepatuhan
terhadap standard dan peningkatan komitmen para pihak dengan cara di wujudkannya system informasi
kesehatan yang evidence base, akurat diseluruh kota/kabupaten, provinsi
banten dan online dengan nasional.
setiap KLB di laporkan secara cepat <24 jam kepada kepala dan instansi
kesehatan.
5.
Peningkatan
kemampuan Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi secara
professional.
Provinsi Banten terus
meningkatkan kualitas aparatur daerah, meningkatkan disiplin aparatur daerah,
terpenuhinya kebutuhan dasar operasional unit kerja SKPD dalam mendukung tugas
pokok dan funsginya, terpeliharanya sarana dan prasarana, tersedianya dokumen
perencanaan makro dan sektoral yang pro publik.
2.5
Prinsip-prinsip
rencana strategis bidang kesehatan
Prinsip-prinsip
Penyusunan RENSTRA SKPD (Satuan Kerja Perangkat
Daerah ) Sejalan dengan Undang-Undang No 25/2004, maka penyusunan
Renstra perlu memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut: (1)Teknokratis
(Strategis) (2)Demokratis dan partisipatif (3)Politis (4) Perencanaan bottom-up
(5) Perencanaan top-down.
1. Teknokratis (Strategis)
1. Teknokratis (Strategis)
Dokumen
Renstra SKPD pada dasarnya merupakan suatu proses pemikiran strategis. Kualitas
Dokumen Renstra SKPD sangat ditentukan oleh seberapa jauh Renstra SKPD dapat
mengemukakan secara sistematis proses pemikiran strategis tersebut. Perencanaan
strategis erat kaitannya dengan proses menetapkan kebijakan yang hendak dicapai
dalam lima tahun mendatang; bagaimana mencapainya dan langkah-langkah strategis
apa yang perlu dilakukan agar tujuan tercapai.
Alur
pemikiran strategis (strategic thinking process) pada dasarnya mencakup
elemen-elemen sebagai berikut:
a. Ada
rumusan isu dan permasalahan pembangunan yang jelas
b. Ada rumusan prioritas isu sesuai dengan
urgensi dan kepentingan dan dampak isu terhadap kesejahteraan masyarakat banyak
c. Ada
rumusan tujuan pembangunan yang memenuhi kriteria SMART (specific, measurable,
achievable, result oriented, time bound)
d. Ada
rumusan alternatif strategi untuk pencapaian tujuan
e. Ada
rumusan kebijakan untuk masing-masing strategi
f. Ada
pertimbangan atas kendala ketersediaan sumber daya dan dana (kendala fiskal
SKPD)
g. Ada
prioritas program
h. Ada
tolok ukur dan target kinerja capaian program
i.
Ada pagu indikatif
program
j.
Ada kejelasan siapa
bertanggung jawab untuk mencapai tujuan, sasaran dan hasil, dan waktu
penyelesaian termasuk review kemajuan pencapaian sasaran
k. Ada
kemampuan untuk menyesuaikan dari waktu ke waktu terhadap perkembangan internal
dan eksternal yang terjadi
l.
Ada evaluasi terhadap
proses perencanaan yang dilakukan
m. Ada
komunikasi dan konsultasi berkelanjutan dari dokumen yang dihasilkan
n. Ada
instrumen, metodologi, pendekatan yang tepat digunakan untuk mendukung proses
perencanaan
2. Demokratis dan Partisipatif
Ini
bermakna bahwa proses penyusunan Renstra perlu dilaksanakan secara transparan,
akuntabel, dan melibatkan masyarakat (stakeholder) dalam pengambilan keputusan
perencanaan di semua tahapan perencanaan:
a. Ada
identifikasi stakeholder yang relevan untuk dilibatkan dalam proses perumusan
visi, misi, dan agenda SKPD serta dalam proses pengambilan keputusan penyusunan
Renstra SKPD
b. Ada
kesetaraan antara government dan non government stakeholder dalam pengambilan
keputusan, Ada transparasi dan akuntabilitas dalam proses perencanaan
c. Ada
keterwakilan yang memadai dari seluruh segmen masyarakat, terutama kaum
perempuan dan kelompok marjinal
d. Ada
sense of ownership masyarakat terhadap Renstra
e. Ada
pelibatan dari media
f. Ada
konsensus atau kesepakatan pada semua tahapan penting pengambilan keputusan
seperti perumusan prioritas isu dan permasalahan, perumusan tujuan, strategi
dan kebijakan, dan prioritas program
3. Politis
Ini bermakna bahwa penyusunan Renstra melibatkan proses konsultasi dengan kekuatan politis terutama Kepala Daerah Terpilih dan DPRD:
Ini bermakna bahwa penyusunan Renstra melibatkan proses konsultasi dengan kekuatan politis terutama Kepala Daerah Terpilih dan DPRD:
a. Ada
konsultasi dengan KDH Terpilih untuk penerjemahan yang tepat dan sistematis
atas visi, misi, dan program Kepala Daerah Terpilih ke dalam tujuan, strategi,
kebijakan, dan program pembangunan daerah
b. Ada
keterlibatan DPRD dalam proses penyusunan Renstra
SKPD
SKPD
c. Ada pokok-pokok pikiran DPRD dalam proses
penyusunan Renstra SKPD
d. Ada
naskah akademis untuk mendukung proses pengesahan Renstra SKPD
e. Ada
review dan evaluasi dari DPRD terhadap rancangan Renstra SKPD
f. Ada pembahasan terhadap Ranperda Renstra SKPD
g. Ada
pengesahan Renstra SKPD sebagai Peraturan Kepala SKPD yang mengikat semua pihak
untuk melaksanakannya dalam lima tahun ke depan
.
4.
(5
Bottom-up )
Ini bermakna
bahwa proses penyusunan RENSTRA perlu memperhatikan aspirasi dan kebutuhan
masyarakat:
a. Ada
penjaringan aspirasi dan kebutuhan masyarakat untuk
melihat konsistensi dengan visi, misi, dan program Kepala Daerah Terpilih
melihat konsistensi dengan visi, misi, dan program Kepala Daerah Terpilih
b. Memperhatikan hasil proses musrenbang dan
kesepakatan dengan masyarakat tentang prioritas pembangunan daerah
c. Mempertimbangkan hasil Forum Multi Stakeholder
d. Memperhatikan
hasil proses penyusunan Renstra.
5 Top down
Ini bermakna
bahwa proses penyusunan Renstra SKPD perlu bersinergi dengan rencana strategis
di atasnya dan komitmen pemerintahan atasan berkaitan:
a. Ada
sinergi dengan RPJM Nasional dan RENSTRA K/L
b. Ada
sinergi dan konsistensi dengan RPJPD dan RPJMD
c. Ada sinergi dan konsistensi dengan RTRWD
d. Ada
sinergi dan komitmen pemerintah terhadap tujuantujuan pembangunan global seperti
Millenium Development Goals, Sustainable Development, pemenuhan Hak Asasi
Manusia, pemenuhan air bersih dan sanitasi, dsb.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pembangunan
kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran
meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui melalui upaya
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan
finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Sasaran pokok RPJMN 2015-2019
adalah: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak; (2)
meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan
perbatasan; (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui
Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5) terpenuhinya
kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta (6) meningkatkan
responsivitas sistem kesehatan.
3.2
Saran
Renstra
Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 ini digunakan sebagai acuan dalam
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kesehatan dalam kurun waktu 2015-2019,
serta dilaksanakan oleh seluruh stakeholders jajaran kesehatan baik di
Pusat maupun Daerah termasuk dukungan lintas sektor dan dunia usaha.
DAFTAR
PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar